Rabu, 14 September 2011

Yoggu - Hanya Mimpi.mp3 - 4shared.com - penyimpanan dan berbagi-pakai file online - unduh - Yoggu - Hanya Mimpi.mp3

Yoggu - Hanya Mimpi.mp3 - 4shared.com - penyimpanan dan berbagi-pakai file online - unduh - <a href="http://www.4shared.com/audio/0TQkOGR-/Yoggu_-_Hanya_Mimpi.html" target="_blank">Yoggu - Hanya Mimpi.mp3</a>

Yoggu - Taubat.mp3 - 4shared.com - penyimpanan dan berbagi-pakai file online - unduh - Yoggu - Taubat.mp3

Yoggu - Taubat.mp3 - 4shared.com - penyimpanan dan berbagi-pakai file online - unduh - <a href="http://www.4shared.com/audio/cu74SeN_/Yoggu_-_Taubat.html" target="_blank">Yoggu - Taubat.mp3</a>

Sabtu, 25 Juni 2011

Ukuran Cinta sejati

Aku tidak ingin mencintaimu setinggi gunung. Sebab, jika gunung meletus, itu akan membuatku hancur berkeping-keping. Aku juga tidak mau mencintaimu seluas samudera. Sebab, samudera akan menenggelamkanku saat tsunami tiba.
Biarkanlah aku mencintaimu meski hanya seperti kuku. Meskipun patah atau terpotong, kuku tetap selalu tumbuh dan tumbuh selamanya. Itulah cinta sejatiku yang dapat kuberikan hanya untukmu, kekasihku.

Senin, 20 Juni 2011

Too beautiful

We must get it is true that there is no story that can perfect
Such as those which always at envision
And dream not always so fact

There beginning and there final
May be not can raveled all
There sorrow, there happy
May be not ever can forgotten

And my heart says

Good bye darling
Sweet be ended sadness
Story really too beautiful, now all end
Good bye darling
Although appear very hurt, but I am certain try to experience all these

Ayat-ayat tentang Masyarakat

Q.S. Al-baqarah(2):139.

              
139. Katakanlah: "Apakah kamu memperdebatkan dengan kami tentang Allah, padahal dia adalah Tuhan kami dan Tuhan kamu; bagi kami amalan kami, dan bagi kamu amalan kamu dan Hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati,

Tafsir mufrodat:
ا لمحا جة : Adalah mujadalah yaitu mengajak pada kebenaran terhadap setiap orang-orang yang bermusuhan disertai hujah (argumentasi) terhadap permasalahannya.
 : Pada agama Allah.

Makna umum:
Sesudah Allah swt menjelaskan pada ayat yang telah lalu, bahwa millah yang sholeh adalah milahnya Ibrahim as. Dan Ibrahim bukanlah golongan yahudi dan nasrani, bahkan milah Ibrahim merupakan agama Allah yang tidak masuk kesalahsatupun didalamnya, dan jauh dari istilah-istilah manusia dan hinaannya. Tetapi setelahnya, tumbuh hinaan pemimpin-pemimpin dan menuding/ berdusta terhadap apa yang dijalankan para nabi. Sehingga sunyilah/ sirna urusan-urusan mereka sampai Allah mengutus Nabi Muhammad saw dan mengajak manusia untuk kembali terhadap agama Allah, dan menunjukkan terhadap jalan yang hak yang merupakan kemaslahatan masyarakat dalam agama dan dunia. Syariat disana, membatalkan syubhat (kekeliruan) yang memalingkan jalan yang benar. Maka menyampaikan rosul pada hujjah yang menolak tuduhan dusta.

Diriwayatkan bahwa sebab turunnya ayat ini, yahudi dan nasrani berkata: “mesti manusia mengikutiku dalam agama karena sesungguhnya para nabi dan syariat (hukum) diturunkan kepadaku, dan tidak dijanjikan/ diturunkan terhadap arab, nabi, dan syariat”. Maka Allah menjawab dengan ayat diatas.

Penjelasan:
“Mengapa kamu mengaku sesungguhnya agama hak itu yahudi dan nasrani?”. Mereka berkata “tidak akan masuk surga kecuali orang yahudi dan nasrani”.
Dalam pengakuan lain, “jadilah kamu yahudi nasrani, dapatlah kalian petunjuk”.

Darimana datang kepadamu kedekatan ini (dengan Ibrahim), dengan Allah, selain kita. Allah Tuhan kita dan Tuhanmu, dan Tuhan seluruh alam. Maka Dia adalah pencipta dan kita semua adalah makhluk dan Allah mengunggulkan manusia hanya dengan amalnya, dan hasil amal kita akan kembali kepada kita baik atau buruk. Begitupun hasil amal kalian akan kembali kepada kalian sesuai arah ini (yang kamu yakini). Dan aku ikhlas tiada yang ku maksud kecuali ridoNya. Adapun kamu berkata terhadap pendahulumu itu orang-orang sholeh, dan kamu menyangka mereka akan memberi pertolongan dihadapan Tuhanmu sedangkan kamu menyalahi perjalanannya. Karena mereka tidak dekat kecuali dengan amal sholeh dan iman yang benar. Maka jadikanlah mereka manhajmu, maka kamu bahagia.

Kesimpulan:
Sesungguhnya ruh agama Tauhid adalah ikhlas, dengan Islam. Maka apabila hilang maksud ini, maka tidak akan mencukupi sedikitpun. Dan ahli kitab hancur ruh ini, dan memelihara taqlid. Maka mereka tidak sedikitpun dari agama. Sedangkan Nabi Muhammad saw datang dengan menghidupkan ruh itu, sebagaimana nabi dan rosul. Dan Nabi Muhammad yang menyempurnakan syariatnya, yang mendamaikan seluruh manusia disetiap jaman dan tempat. (Al-Maraghi Juz 1, 227-229.)


Q.S. Ar-Ra’du(13):11.

                             •         
11. Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

Tafsir mufrodat:
: Malaikat-malaikat yang bergantian. Tunggalnya ma’qobatun, man’aqqobahu; yaitu yang datang sesudahnya dari sebelah depan dan belakang, dari perintah Allah dan pertolonganNya.
: Yang menolong.

Uraian:
: Bagaimana ada malaikat-malaikat yang silih berganti menjaganya. Menjaga diwaktu siang dan malam, dari madhorot dan mengikuti tingkahnya. Seperti malaikat yang lain untuk memelihara amal-amalnya dari yang baik dan yang buruk. Malaikat malam dan malaikat siang, yang mendampingi dari sebelah kiri dan kanan. Yang sebelah kanan mencatat kebaikan dan yang sebelah kiri mencatat keburukan. Dan dua malaikat yang lain yang menjaganya dari depan dan dari belakang. Maka dia berada diantara 4 malaikat siang dan 4 malaikat malam yang saling berganti sebagaimana terdapat dalam hadits shoheh:
“Saling bergantian disampingmu malaikat malam dan malaikat siang, mereka kumpul pada shalat subuh dan ashar. Maka malaikat tadi beranjak ketika kamu tidur, maka Allah bertanya kepada malaikat dan Allah Maha Tahu akan keadaanmu. “Bagaimana keadaan hambaku?” maka malaikat menjawab, “Kami datang kepadanya dalam keadaan hambamu shalat dan kami tinggalkan mereka dalam keadaan shalat”.”

Maka apabila manusia tahu bahwa ada malaikat yang mengawasi pasti dia akan selalu memelihara diri, takut berbuat maksiat, khawatir dicatat keburukannya oleh malaikat. Seperti halnya dia malu berbuat buruk diketahui manusia yang ia segani.

Dan urusan pemeliharaan malaikat ini tidak jauh dari akal, bila mantap dalam agama serta terbukanya ilmu, sesungguhnya banyak pekerjaan umum yang mungkin terhitung dengan alat-alat canggih, yang tidak dilewatkan dengannya. Sungguh telah terbukti air dan arus listrik dalam peradaban terhitung dengan alat. Air nampak limpahannya, arus listrik yang menerangi tempat-tempat manusia, terukur dan terhitung seperti menghitung dinar dan dirham (uang). Dan seperti terukurnya dengan alat, perjalanan jauh yang dirampungkan dengan kendaraan menempuhnya. Hingga hal-hal yang lain yang seluruhnya terukur/ terhitung, baik itu kecil maupun besar dari seluruh pekerjaan.

Setelah datang ilmu dan terbukanya apa yang belum ada, kita membenarkan, maka kenapa tidak membenarkan dalam pengetahuan agama, dan pelantara yang mendekatkan terhadap pengetahuan yang datang dalam urusan agama. Dari sebagian yang masih samar di golongan materialis, yang tidak mengakui kecuali yang nampak oleh mata, dan tidak mengakui kecuali yang terjadi dalam perasaannya. Untuk itu ada sebagian yang mengatakan:
“Agama dan akal dua saudara yang tidak bisa dipisahkan, dua teman yang tidak berbeda”.

: Maksudnya mereka (malaikat) menjaga manusia atas perintah Allah, izin, dan pemeliharaannya. Seperti Allah telah menjadikan anggota badan yang menjadi sebab punya rasa yang mengikat dengannya terhadap penyebabnya seukuran kepastian hikmahnya. Maka menjadikan Allah bulu mata untuk menjaga mata terhadap sesuatu yang masuk kedalamnya sehingga menyakitkan, demikian dengan anggota badan yang lainnya, maka malaikat menjadi sebab untuk memelihara manusia, tindakan Allah tidak lepas dari hikmah dan kemaslahatan.

Dan demikian Allah menjadikan, memelihara amal kita oleh malaikat walau kita tidak tahu apa pastinya? Dimana tempatnya? Dan apa hikmahnya? Bahkan Allah swt dengan ilmuNya, sangat tepat untuk memberikan pahala dan siksa terhadap manusia. Maka hikmahnya adalah: apabila manusia tahu, bahwa amalnya terpelihara pada malaikat, maka dia akan cepat mengakui, ketika mereka bertemu dengan Allah, baik mendapatkan pahala ataupun siksa pada hari berpaling dan perhitungan.

Para mufasir terdahulu masing-masing mengemukakan pendapatnya tentang malaikat penjaga manusia. Ibnu abbas berkata: “Mereka (malaikat penjaga manusia) diwaktu malam menuliskan perbuatan manusia, dan menjaganya, dari depan dan belakangnya. Dan demikian menjaga dengan perintah Allah dan izin-Nya, karena tidak ada kemampuan malaikat dan tidak bagi seorangpun dari makhluk untuk memelihara seseorang kecuali atas perintah Allah, dan kepastianNya dan izinNya, maka apabila datang kepastian Allah maka mereka berlalu.

Ali ra berkata: “Tidak ada seorangpun kecuali bersamanya, malaikat yang memelihara dari ketiban batu, terjerumus ke sumur, atau dimangsa hewan buas, tenggelam, atau terbakar, namun apabila datang kepastian Allah mereka menyingkir dari manusia dan diantara qodar”.

 : Maksudnya, sesunguhnya Allah tidak akan merubah suatu kaum dari nikmat, kewarasan, hilang dan lenyapnya. Sehingga mereka merubah hal tersebut dari kedholiman sebagian ke sebagian yang lainnya, permusuhan yang sebagian ke sebagian yang lain, dan tidak merubah perbuatan buruk yang terkutuk yang merusak tatanan ketentraman masyarakat, dan merusak umat seperti merusaknya hama dengan sendirinya.

Diriwayatkan, bahwa Abu Bakar berkata, Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya manusia, apabila melihat kedholiman dan tidak menggerakkan tangannya, maka hampir dekat Allah melimpahkan siksa terhadapnya”.

Dan menunjukkan ke-shohehan hadits tersebut firman Allah:
“Taktlah/ hati-hatilah terhadap fitnah yang tidak diberikan kepada orang-orang yang dzolim secara khusus”.

Telah dipaparkan secara luas masalah ini terdahulu ditempat bahasan yang banyak, dan telah menunjukkan Imam Mauruh bin Kholdun pada pembukaan tarikh dan pertaliannya, dia menjadikan cirinya (pasal bahwa dzolim terjadi dengan hancurnya kemakmuran). Dan terurai didalamnya dengan manhaj yang diketahui darinya, dan dia mencontohkan dalam cerita yang panjang dari umat sebelum Islam dan sesudahnya, dan menjelaskan bahwa dzolim itu berubah atapnya, hina ahlinya, dan menyebabkan saling terkamnya sebagian ke sebagian yang lain.

Dalam perilaku umat Islam sekarang, telah terangkat dari akarnya, yang diambil hikmat oleh orang barat, dan memetiknya setelah memakmurkannya. Ini menjadi suatu pelajaran bagi yang berfikir dan sampainya pendengaran/ menyaksikan, dan Al-qur’an menjadi saksi benarnya pemikiran. Seperti firman Allah:
“Sesungguhnya Allah mewariskan bumi ini kepada orang-orang yang Dia kehendaki dari hambaNya”.

Dalam ayat lain:
“Sesungguhnya bumi diwariskan bagi hamba Allah yang sholeh”.

Yaitu sholeh, maslahat dalam memakmurkannya dan memanfaatkan kebaikannya, yang dzohir dan yang bathin (diatas bumi dan perut bumi).

 : Maksudnya, apabila Allah menghendaki suatu kaum seumpama sakit, fakir, dan seumpamanya dari jenis-jenis bala yang disebabkan ulah tangannya ketika dia melakukannya, maka tidak ada ampun seorangpun untuk menolaknya dari mereka. Tidak akan ada yang bisa mengembalikan kepastian Allah kepada mereka.

Dalam hal ini isyarat sesungguhnya tidak pantas tergesa-gesa mencari keburukan sebelum kebaikan, mencari siksa sebelum pahala, karena kapan saja Allah menghendaki sesuatu, maka terjadilah kepada mereka, dan tidak ada yang bisa menolaknya.

Kesimpulan:
Sesungguhnya tidak ada dari suatu hikmah dari suatu perkara terhadap permohonan mereka untuk segeranya hal tersebut.

: Maksudnya, tidak ada bagi mereka dari selain Allah swt yang memelihara urusannya, Allah yang memberikan manfaat dan menolak madhorot. Sedangkan Tuhan (berhala) yang mereka jadikan sendiri tidak mampu untuk melakukan hal tersebut. Dia tidak kuasa untuk menolak kemadhorotan atas dirinya sendiri dari yang lain. (Al-Maraghi Juz 5, 76-79).


Q.S. Al-Hujurot(49):11.

                                          
11. Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.


Tafsir mufrodat:
السخريه : Allhfiqor artinya menglunakan dan menceritakan cela dan kekurangan terhadap rupa yang ditertawakan, diucapkan. Sakhorobihi wa sakhoro minhu, wa dhokaro bihi wa minhu wahaja bihi wa minhu. Dan terkadang ada menghinakan itu dengan menirukan ucapan atau dengan tingkah laku, dengan isyarah, atau dengan tertawa.
: ditujukan kepada laki-laki bukan wanita.
: maksudnya jangan mencela sebagian kamu kesebagian yang lain dengan ucapan atau isyarah dengan tangan atau mata. Orang mu’min seperti satu jiwa, maka dimana seseorang mencela saudaranya berarti dia mencela diri sendiri.
: memanggil seseorang dengan gelar yang dibenci.
: sebutan dan nama baik dari ucapan mereka, maka menyebar namanya diantara manusia dengan mulia dan hina.

Makna umum:
Setelah menceritakan yang pantas bagi mu’min kepada Allah, Nabi, dan orang yang menyalahi Allah dan Rasulnya yaitu fasik. Maka Allah menjelaskan yang pantas bagi mu’min serta mu’min yang lain. Maka Allah menjelaskan bahwa tidak pantas bagi seorang mu’min menghina, mencela dengan mengolok-olokkan, dan merendahkan. Dan memanggil dengan gelar yang menyakitkan, maka inilah seburuk-buruknya amal. Dan barangsiapa yang bertaubat maka sungguh dia telah berbuat keburukan terhadap dirinya sendiri dan berbuat dosa besar.

Diriwayatkan bahwa ayat ini diturunkan dalam riwayat delegasi Tamim, ketika mengolok-olokkan para sahabat yang fakir seperti: Nimar, Shuhaib, Bilal, Khubbab putera Duhairoh, Salman Al-farisi, dan Salim budak Abi Udaifah, ketika utusan itu melihat usang tampilannya.

Penjelasan:
       
Maksudnya: jangan menghina seorang manusia dari golongan mu’min terhadap yang lainnya, kemudian diceritakan alasannya.

    
Yaitu: terkadang yang dihina itu lebih baik daripada yang menghina disisi Allah, seperti terdapat dalam Atsar:
Maka mesti tidak melakukan seseorang menghina orang yang tidak menyenangkan mata karena usang tampilannya, atau keadaannya cacat, atau tidak baik bicaranya, maka boleh jadi dia lebih bersih jiwa adan hatinya, daripada orang yang sebaliknya. Maka dia (menghina) dzolim terhadap dirinya dengan menghina orang yang disayangi Allah.
         
Maksudnya jangan menghina wanita dari wanita boleh jadi yang dihina lebih baik daripada yang menghina. Kalimat نسا ء dengan jama’ sungguh secara umum dalam memalingkan itu ditengah-tengah manusia. Banyak yang bersenag-senang dan banyak yang tersakiti.

Diriwayatkan dari Abi Hurairah, beliau mengatakan, bahwa Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak akan melihat rupa dan hartanya, tetapi melihat hati dan amalnya”. Dalam hal ini isyarat sesungguhnya manusia, tidak akan putus karena pujian atau hinaan seseorang. Seperti melihat rupa atau perbuatan baik atau sebaliknya. Maka bisa jadi orang yang memelihara perbuatan dzohir, Allah mengetahui hati bersih dan terpuji diampuni sebabnya. Maka amal menunjukkan/ membawa praduga tidak pasti.

  
Maksudnya, dan janganlah sebagian dari kalian mengolok-olokan sebagian yang lain dengan ucapan atau isyarah dengan maksud merendahkan.
Dalam kalimat min anfusikum peringatan bahwa yang berakal tidak akan menghina dirinya sendiri, tidak pantas menghina yang lain karena seperti diri sendiri. Rasulullah bersabda:
“Orang mu’min seperti satu jasad apabila sakit, maka ikut sakit seluruh anggota badan”.
Dalam hadits lain Rasulullah bersabda:
“Seseorang mampu melihat sedikit kotoran dimata saudaranya, tapi kotoran dipelupuk mata sendiri tidak terlihat”.
Seorang ahli syair berkata:
“Jangan membuka keburukan orang yang tertutup, maka Allah akan merobek penutup kesalahanmu. Katakan kebaikan mereka, dan jangan mencela kepada seorang dari mereka”.

  
Maksudnya jangan memanggil sebagian dari kamu terhadap sebagian yang lain dengan gelar yang menyakitkan. Seperti berkata kepada seorang muslim; Hai Fasik; Hai Munafik; atau Hai Nasrani; Hai Yahudi.
Imam Qotadah dan ‘Ikrimah dari Abi Jabiroh bin Dhohak berkata, tentang Bani Salmah, turun ayat “Jangan memanggil dengan gelar....”. ketika Rasulullah tiba di Madinah tidak ada laki-laki kecuali dua nama/ tiga nama. Maka Rasul memanggil dengan nama itu, mereka berkata: “Ya Rasulallah itu tidak disenangi” maka turun ayat diatas. (Riwayat Imam Bukhori).
Adapun memanggil dengan pekerjaan, pujian dan itu benar adanya, maka tidak dilarang. Seperti:
Kepada Abu Bakar memanggil Atiq,
Kepada Umar memanggil Al-faruq,
Kepada Usman memanggil Dzunnurain,
Kepada Ali memanggil Abu Turob,
Kepada Kholid memanggil Saifullah.

    
Maksudnya sebaik-baik sebutan yang disebarkan bagi mu’min adalah mengatakan fasik setelah iman.

     
Maksudnya barang siapa yang tidak bertaubat dari menghina atau mengolok-olokan saudaranya yang telah di larang oleh Allah, maka mereka adalah orang dzolim, maka Allah akan menyiksa karena maksiatnya.



Q.S. Al-Hujurot(49):12.

                            •   •    
12. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.

Tafsir mufrodat:
: Jauhlah
والا ثم : Dosa ا لتجسس membahas aurat dan cela, membuka dari sesuatu yang tertutup dari manusia.
الغيبه : Menceritakan manusia dengan sesuatu yang dibenci dalam gibahnya. Telah meriwayatkan Imam Muslim, Abu Daud, dan Turmudzi sesungguhnya Nabi bersabda: “Apakan gibah itu?” Sahabat menjawab: “Allah dan RasulNya paling tahu”. Rasul menjawab: “kamu mengatakan sesuatu tentang saudaramu yang dibencinya”.

Makna umum:
Allah mendidik hambanya yang mu’min dengan adab (kesopanan), jika mereka berpegang teguh maka akan tetap rasa cinta dan persatuan. Dari sebagian yang di uraikan disini dari urusan aturan yang menambah kekuatan:
1. Jauh dari buruk sangka
2. Tidak ada kata-kata yang tidak menyenangkan
3. Membahas cela orang.

Uraian:
Hai orang-orang yang beriman jauhilah dari banyak buruk sangka terhadap orang mu’min.
Dalam hadits: dan tidak haram buruk sangka kecuali dari orang yang menyaksikan darinya tertutup dan damai, dan jelas darinya amanah. Adapun orang yang terang-terangan terhadap durhaka seperti orang masuk ke perzinahan atau mempunyai gundik-gundik penzinah, maka tidak haram buruk sangka padanya.

Sungguh buruk sangka seorang mu’min kepada mu’min itu dosa, karna Allah telah melarangnya, kemudian setelah Allah menyuruh untuk tidak berburuk sangka maka Allah melarang tapassus. Jangan mengkuliti aib orang lain, dan jangan membahas rahasianya dengan maksud tampak celanya, namun perbanyak sesuatu yang nampak bagimu dari urusannya. Dan dengannya kamu memuji atau mencela tidak terhadap yang kamu ketahui masih dalam kesamaran.
Imam hassan berkata: gibah terbagi tiga:
1. Gibah yaitu kamu mengatakan tentang saudara mu dan memang demikian.
2. Ipka yaitu kamu mengatakan sesuatu yang sampai kepadamu.
3. Buhtan yaitu kamu mengatakan, sedang orang tersebut tidak demikian.
Orang yang melakukan gibah di ibarat kan makan daging bangkai. Maka bencilah kamu terhadap gibah ketika hidup, maka takutlah kepada Allah dan bertaubatlah, karena Allah yang maha menerima taubat dan maha penyayang.


Q.S. Al-hujurot(49):13.

 ••           •      •    
13. Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

Tafsir mufrodat:
: Maksudnya dari Adam dan Hawa
: Yaitu kumpulan kehidupan yang besar, yang berdasarkan kepada asal yang satu (bangsa).
: Suku bangsa, ibarat ranting-ranting dari satu batang.

Makna umum:
Setelah Allah swt melarang untuk menghina, mencela, meremehkan, dan memanggil dengan gelar yang tidak disukai, maka dalam ayat ini Allah menguatkan larangannya karena sesungguhnya manusia berasal dari satu bapak dan satu ibu, yaitu Adam dan Hawa.

Uraian:
Allah menegaskan “Sesungguhnya Aku jadikan kalian dari Adam dan Hawa, maka kenapa kamu saling menghina, mencela, dan merendahkan. Aku jadikan kalian bersuku bangsa supaya saling mengenal, sedangkan menghina dan mencela mengosongkan dari saling mengenal. Ketahuilah bahwa diantara kamu yang tinggi derajatnya disisi Allah, dunia dan akhirat adalah orang yang takwa. Siapa yang ingin mendapatkan ketinggian maka dia mesti bertakwa. Sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu lakukan, maka teliti dari hal-hal yang tersembunyi dari perilakumu, jadikan takwa. Allah akan menambah disisiNya tempat kembalimu (akhirat). (Al-Maraghi, Juz 9: 132-144)

Referensi
Judul Kitab : Tafsir Al-Maraghi
Penulis : Ahmad Mustofa Al-Maraghi
Awal Penerbitan : Awal Muharam 1365 H.

Minggu, 29 Mei 2011

TUJUAN PENDIDIKAN MENURUT AJARAN ISLAM DAN PERBEDAAN ANTARA TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM DENGAN PENDIDIKAN BARAT

A. Pengertian Tujuan Pendidikan
Sebelum penulis menjelaskan tentang tujuan pendidikan menurut ajaran Islam dan perbedaannya dengan tujuan pendidikan Barat, terlebih dahulu penulis akan sedikit memaparkan pengertian tujuan pendidikan itu sendiri secara sederhana. Tujuan dalam bahasa arab dinyatakan dalam ghayat, atau andaf atau maqasid, sedangkan dalam bahasa inggris kata tujuan dinyatakan dengan goal atau purpose atau objective atau aim. Secara umum istilah-istilah itu mengandung pengertian yaitu perbuatan yang diarahkan kepada suatu tujuan tertentu, atau arah, maksud, yang hendak dicapai melalui upaya atau aktivitas. Tujuan merupakan suatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai. Sehingga hal ini dijadikan sebagai standar usaha yang ditentukan serta mengarahkan pada setiap usaha yang akan dilakukan dan merupakan sebagai titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan yang lain.
Pendidikan memilliki ragam dalam definisinya, menurut kamus besar Bahasa Indonesia (1989), pendidikan adalah proses mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (proses, perbuatan, dan cara mendidik). Dalam Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 ayat (1), pendidikan diartikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan pendidikan menurut Marimba (1989:19) yang dikutip dari Ahmad Tafsir adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pendidikan adalah hasil akhir yang ingin dicapai dari kegiatan yang dilakukan oleh pendidik terhadap anak didiknya.


B. Tujuan Pendidikan
Berbicara tujuan pendidikan secara tidak langsung kita sedang membicarakan tujuan hidup yaitu tujuan hidup sebagai manusia atau kholifah di bumi ini. Sebab pendidikan merupakan alat yang dapat digunakan oleh manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya (survival), baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat. Tujuan pendidikan Islam ini memiliki beberapa prinsip guna menghantarkan pada tercapainya tujuan pendidikan, prinsip itu adalah:
1. Prinsip universal (syumuliyah), prinsip ini memandang kepada keseluruhan aspek agama (aqidah, ibadah dan akhlak, serta muamalah), manusia (jasmani, rohani dan nafsani), masyarakat dan tatanan kehidupannya, serta adanya wujud jagat raya dan hidup.
2. Prinsip keseimbangan dan kesederhanaan (tawazun qa iqtishadiyah), prinsip ini adalah keseimbangan antara berbagai aspek kehidupan pada pribadi, berbagai kebutuhan individu dan komunitas, serta tuntutan pemeliharaaan kebudayaan silam dengan kebutuhan kebudayaan masa kini serta berusaha mengatasi masalah-masalah yang sedang dan akan terjadi.
3. Prinsip kejelasan (tabayun), prinsip yang di dalamnya terdapat ajaran dan hukum yang memberi kejelasan terhadap kejjiwaan manusia (qalb, akal, dan hawa nafsu) dalam hukum masalah yang dihadapi, sehingga terwujud tujuan, kurikulum, dan metode pendidikan.
4. Prinsip tak bertentangan, prinsip yang didalamnya terdapat ketiadaan pertentangan antara berbagai unsur dan cara pelaksanaannya, sehingga antara satu komponen dengan komponen yang lain saling mendukung.
5. Prinsip realisme dan dapat dilaksanakan, prinsip yang menyatakan tidak adanya khayalan dalam kandungan program pendidikan, tidak berlebih-lebihan, serta adanya kaidah yang praktis dan realistis, yang sesuai dengan dan kondisi sosioekonomi, sosiopolitik, dan sosiokultural yang ada.
6. Prinsip perubahan yang diingini, prinsip perubahan struktur diri manusia yang meliputi jasmaniah, ruhaniyah, dan nafsaniyah; serta perubahan kondisi psikologis, sosiologis, pengetahuan, konsep, pikiran, kemahiran, nilai-nilai, sikap peserta didik untuk mencapai dinamisasi kesempurnaan pendidikan (QS. Ar-Ra’d:11).
7. Prinsip menjaga perbedaan-perbedaan individu, prinsip yang memerhatikan perbedaan peserta didik, baik ciri-ciri, kebutuhan, kecerdasan, kebolehan, minat, sikap, tahap pematangan jasmani, akal, emosi, sosial, dan segala aspeknya. Prinsip ini berpijak pada asumsi bahwa semua individu ‘tidak sama’ dengan yang lain.
8. Prinsip dinamis dalam menerima perubahan dan perkembangan yang terjadi pelaku pendidikan serta lingkungan dimana pendidikan itu dilaksanan.
Jika melihat pengertian pendidikan menurut al-Ghazali bahwa pendidikan harus diarahkan kepada realisasi tujuan keagamaan dan akhlak, dengan titik penekanannya pada perolehan keutamaan taqarrub kepada Allah, dan bukan untuk mencari kedudukan yang tinggi atau mendapatkan kemegahan dunia, yang akhirnya pendidikan Islam ini memiliki tujuan yang tersendiri sesuai dengan falsafah dan pandangan hidup yang digariskan Al-qur’an. Beberapa pandangan para cendikiawan Islam dan ahli-ahli pendidikan Islam tentang rumusan tujuan pendidikan Islam diantaranya ialah:
1. Ibnu Khaldun menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam memiliki dua tujuan, yaitu:
a. Tujuan keagamaan, maksudnya ialah beramal unttuk akhirat.
b. Tujuan ilmiah yang bersifat keduniaan, yaitu apa yang diungkapkan oleh pendidikan modern dengan tujuan kemanfaatan atau persiapan untuk hidup.
2. Imam al-Ghazali berpendapat bahwa tujuan pendidikan Islam yang utama adalah beribadah dan taqarrub kepada Allah, dan kesempurnaan Insani yang tujuannya kebahagiaan dunia akhirat.
3. Prof. Saleh Abdul Aziz dan dr, Abdul Aziz Abdul Najid mengatakan, bahwa tujuan pendidikan Islam ialah untuk mendapatkan keridhoan Allah dan pengusahakan penghidupan.
4. Musthafa Amin bahwa tujuan pendidikan Islam adalah mempersiapkan seseorang bagi amalan dunia dan akhirat.
5. Al-Abrasyi merumuskan tujuan umum pendidikan Islam kedalam lima pokok yaitu:
a. Pembentukan akhlak mulia (al-fadhilat).
b. Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat.
c. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi pemanfaatannya. Keterpaduan antara agama dan ilmu akan dapat membawa manusia kepada kesempurnaan.
d. Menumbuhkan roh ilmiah para pelajar dan memenuhi keinginan untuk mengetahui serta memiliki kesanggupan untuk mengkaji ilmu sekedar sebagai ilmu.
6. Abdullah Fayad menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam mengarah kepada dua tujuan, yaitu:
a. Persiapan untuk hidup akhirat.
b. Membentuk perorangan dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan untuk menunjang kesuksesan hidup di dunia.

Islam menghendaki agar manusia di didik supaya ia mampu merealisasikan tujuan hidupnya sebagaimana yang telah digariskan Allah. Hal ini dapat kita ketahui dari surat al-Dzariyat ayat 56
      
Artinya:”Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku.”
Selain tujuan pendidikan yang telah diuraikan oleh para cendikiawan Islam diatas, ada pula beberapa tujuan pendidikan yang lain, diantaranya:
A. Tujuan Umum
Tujuan umum ialah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Sehingga tujuan umum ini tidak akan dapat dicapai kecuali setelah melalui proses pengajaran, pengalaman, pembiasaan, penghayatan, dan keyakinan akan kebenarannya. Tujuan ini meliputi seluruh aspek kemanusiaan yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan, kebiasaan dan pandangan. Pada tujuan pendidikan ini berbeda pada setiap tingkat umur, kecerdasan, situasi dan kondisi, dengan kerangka yang sama. Bentuk insan kamil dengan pola takwa harus dapat tergambar pada pribadi seseorang yang sudah dididik, walaupun dalam ukuran yang kecil dan mutu yang rendah, sesuai dengan tingkat-tingkat tersebut.
B. Tujuan Sementara
Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Pada tujuan sementara ini bentuk insan kamil dengan pola takwa sudah kelihatan meskipun dalam ukuran sederhana, sekurang-kurangnya beberapa ciri pokok sudah kelihatan pada pribadi anak didik. Tujuan pendidikan Islam dalam tujuan sementara ini seolah-olah merupakan sebagai suatu lingkaran yang pada tingkat paling rendah mungkin sebagai suatu lingkaran kecil, semakin tinggi tingkatan pendidikannya semakin besar pula lingkaran tersebut. Tetapi sejak pada tingkat permulaan tujuan pendidikannya sudah harus kelihatan bentuk lingkarannya.
C. Tujuan Operasional
Tujuan operasional ialah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Dalam pendidikan formal, tujuan operasional disebut juga tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus (TIU dan TIK). Tujuan instruksional ini merupakan tujuan pengajaran yang direncanakan dalam unit-unit kegiatan pengajaran. Dalam tujuan operasioanal lebih banyak dituntut dari anak didik suatu kemampuan dan keterampilan tertentu, sifat operasionalnya lebih ditonjolkan dari sifat penghayatan dan kepribadian.
D. Tujuan Akhir
Pendidikan islam itu berlangsung selama hidup, maka tujuan umumnya dengan terbentuk insan kamil dengan pola takwa dapat mengalami perubahan naik turun, bertambah dan berkurang dalam perjalanan hidup seseorang, karena itulah pendidikan Islam itu berlaku selama hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan, memelihara, dan mempertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai. Tujuan pendidikan Islam itu dapat dipahami dalam Firman Allah dalam surat Ali Imran [3] ayat 102, yaitu
     •   •    
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam”.
Insan kamil yang meninggal menghadap Tuhannya merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan, meninggal dalam keadaan berserah diri kepada Allah sebagai muslim merupakan ujung dari takwa sebagai akhir dari proses hidup, inilah akhir dari proses pendidikan yang dianggap sebagai tujuan pendidikan yang tidak lain adalah tujuan hidup itu sendiri.
Secara teoritis, tujuan akhir dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Tujuan Normatif
Tujuan yang ingin dicapai berdasarkan norma-norma yang mampu mengkristalisasikan yang hendak diinternalisasi.
2. Tujuan Fungsional
Tujuan yang sasarannya diarahkan pada kamampuan peserta didik untuk memfungsikan daya kognisi, afeksi, dan psikomotorik dari hasil pendidikan yang diperoleh sesuai dengan yang ditetapkan.
3. Tujuan Operasional
Tujuan yang mempunyai sasaran teknis manajerial. Menurut Langeveld, tujuan ini dibagi menjadi enam macam, yaitu: Tujuan umum, tujuan khusus, tujuan tak lengkap, tujuan insidental (seketika), tujuan sementara, dan tujuan intermedier.
Adapun menurut Abd al-Rahman Shaleh Abd Allah dalam bukunya Educational Theory, a Qur’anic Outlook, menyatakan bahwa tujuan pendidikan islam dapat di klasifikasikan menjadi empat dimensi, yaitu: Tujuan pendidikan jasmani (al-ahdaf al-jismiyah), tujuan pendidikan rohani (al-ahdaf al-ruhaniyah), tujuan pendidikan akal (al-ahdaf al-aqliyah), dan tujuan pendidikan sosial (al-ahdaf al-ijtimaiyah).
C. Perbedaan antara Tujuan Pendidikan Islam dengan Pendidikan Barat
Pada pembahasan selanjutnya penulis akan memaparkan perbedaan antara tujuan pendidikan Islam dengan pendidikan Barat, jika diatas telah dijelaskan tujuan pendidikan Islam maka tidak ada salahnya untuk mengetahui perbedaan ini terlebih dahulu penulis pemaparkan pendidikan Barat. Ilmu yang dikembangkan dalam pendidikan Barat dibentuk dari acuan pemikiran falsafah mereka yang dituangkan dalam pemikiran yang bercirikan materiaisme, idealisme, sekularisme, dan rasionalisme, pemikiran ini mempengaruhi konsep, penafsiran, dan makna ilmu itu sendiri. Menurut Azyumardi Azra ilmu dalam peradaban Barat tidak dibangun di atas wahyu dan kepercayaan agama namun dibangun di atas tradisi budaya yang diperkuat dengan spekulasi filosofis yang terkait dengan kehidupan sekuler yang memusatkan manusia sebagai makhluk rasional
Selain itu para filosof seperti John Locke, Immanuel Kant, Martin Heidegger dan yang lainnya menekankan rasio dan panca indra sebagai sumber ilmu mereka, sehingga melahirkan berbagai macam faham dan pemikiran seperti empirisme, humanisme, kapitalisme, eksistensialisme, relatifisme, atheisme, dan lainnya. Akibatnya ilmu pengetahuan serta nilai-nilai etika dan moral yang diatur oleh rasio manusia terus menerus berubah, sehingga yang pada akhirnya akan melahirkan ilmu-ilmu sekuler. Menurut al-Attas, ada beberapa faktor yang menjiwai budaya dan peradaban Barat, yaitu: Menggunakan akal untuk membimbing kehidupan manusia, bersikap dualitas terhadap realitas dan kebenaran, menegaskan aspek eksistensi yang memproyeksikan pandangan hidup sekuler, menggunakan doktrin humanisme, dan menjadikan drama dan tragedi sebagai unsur-unsur yang dominan dalam fitrah dan eksistensi kemanusiaan.
Teori pendidikan Barat membagi tujuan pendidikan menjadi dua pandangan besar. Pertama adalah Society-centered yang melihat pendidikan sebagai kendaraan untuk menciptakan warga negara yang baik dan yang kedua adalah child atau person-centered position, yaitu yang lebih menekankan kebutuhan, kemampuan, ketertarikan dari murid itu sendiri.
Semua manusia adalah sama dalam komposisi pendidikan, mereka semua tercipta dan dilahirkan ke alam dunia ini dengan dasar penciptaan dan kehidupan yang tidak berbeda. Pendidikan dalam pandangan Islam meliputi tiga aspek yaitu, jasad, ruh dan intelektual, akan tetapi hal ini berbeda dengan Barat, pendidikan dalam pandangan Barat tidak memerlukan ketiga aspek tersebut seperti halnya dalam pendidikan Islam sehingga pendidikan Barat ini lebih menekankan pada rasionalisme semata. Di Barat pendidikan menjadi ajang pertarungan ideologis dimana tujuan pendidikan ini yang mana merupakan tujuan hidup juga berbenturan dengan kepentingan lain.
Dari segi karakteristik terdapat perbedaan antara pendidikan Islam dengan pendidikan Barat. Menurut Prof. Dr. Azyumardi Azra, dalam Islam pendidikan memiliki karakteristik, yaitu: Pertama, penguasaan ilmu pengetahuan. Ajaran dasar Islam mewajibkan mencari ilmu pengetahuan bagi setiap mulsim dan muslimat. Kedua, pengembangan ilmu pengetahuan. Ilmu yang telah dikuasai harus diberikan dan dikembangkan kepada orang lain. Ketiga, penekanan pada nilai-nilai akhlak dalam penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Keempat, penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan hanyalah untuk mengabdi kepada Allah dan kemaslahatan umat. Kelima, penyesuaian terhadap perkembangan anak. Keenam, pengembangan kepribadian. Ketujuh, penekanan pada amal shaleh dan tanggung jawab. Adapun untuk karakteristik pendidikan Barat sendiri telah diuraikan diatas.
Penjelasan tentang pendidikan Islam dan Barat memperlihatkan adanya kesenjangan pola pikir yang digunakan para ilmuan mereka sehingga menghasilkan karakter yang berbeda. Jika sumber dan metodologi ilmu di Barat bergantung sepenuhnyya kepada kaedah empiris, rasional dan cenderung materialistik serta mengabaikan dan memandang rendah cara memperoleh ilmu melalui wahyu dan kitab suci, maka metodologi dalam ilmu pengetahuan Islam bersumber dari kitab suci Al-qur’an yanng diperoleh oleh wahyu, sunnah rosul dan ijtihad para ulama.
Menurut Pervez Hoodbhoy, perbedaan pendidikan Islam dan Barat bukan pada istilah pendidikan keagamaan tradisional dan pendidikan sekuler modern, karena kedua jenis pendidikan tersebut menyandarkan diri pada dua filsafat pendidikan yang berbeda dan mempunyai dua perangkat tujuan dan metode yang juga berbeda. Berikut ini perbedaan antara versi pendidikan keagamaan (religius) dengan pendidikan sekuler modern, diantaranya:
1. Orientasi keakhiratan X Orientasi kesekuleran.
2. Berupaya mencapai sosialisai kedalam Islam X Berupaya mencari perkembangan individu.
3. Kurikulum tidak berubah sejak abad pertengahan X Kurikulum merespon perubahan-perubahan berkenaan dengan bidang studi.
4. Pengetahuan berdasarkan pada wahyu dan tidak dipersoalkan X Pengetahuan diperoleh melalui pengalamn dan deduksi.
5. Pengetahuan dicari dan diperoleh berdasarkan pada perintah Tuhan X Pengetahuan diperlukan sebagai alat untuk menyelesaikan masalah.
6. Mendiskusikan moralitas dan asumsi-asumsi tidak dikehendaki X Mendiskusikan moralitas dan asumsi-asumsi disambut baik.
7. Metode dan teknik mengajar pada dasarnya otoriter X Metode dan teknik mengajar student-center.
8. Penghapalan dianggap sangant menentukan X pencerapan konsep-konsep kunci dianggap menentukan.
9. Mental mahasiswa dianggap pasif-reseptif X Mental mahasiswa dianggap aktif-produktif.
10. Pendidikan secara umum tidak dispesialisasikan X Pendidikan dispesialisasikan.